Berdasarkan data dari SciVal, kita segera tahu Indonesia unggul dari Vietnam dalam jumlah penulis publikasi ilmiah internasional. Namun, analisis lebih mendalam mengungkapkan perbedaan yang signifikan antara kedua negara ini dalam hal riset ilmiah.
Bila kita ringkaskan di awal, hasilnya Indonesia kalah dari Vietnam dalam jumlah kutipan per publikasi, persentase publikasi di jurnal top 10%, dan pemilihan mitra kolaborasi internasional.
Pertama-tama, data menunjukkan Indonesia memiliki 285.418 orang penulis publikasi ilmiah, sedangkan Vietnam hanya memiliki 83.579 penulis. Keunggulan ini wajar karena sesuai rasio populasi Indonesia dan Vietnam yang nilainya sekitar tiga banding satu.
Namun, Indonesia hanya memiliki 5,4 kutipan per publikasi, sedangkan Vietnam mencapai 14,6 kutipan per publikasi. Vietnam juga memiliki persentase publikasi yang masuk ke dalam jurnal-jurnal top 10% yang lebih tinggi, yaitu sekitar 21,3%, sementara Indonesia hanya memperoleh 5,8%.
Perbedaan lainnya terletak pada kolaborasi internasional. Di Indonesia, 78,9% kerjasama riset terjadi dengan mitra lokal, sedangkan di Vietnam, kolaborasi penelitian lebih sering terjadi dengan rekan-rekan internasional, mencapai 62,2%.
Data SciVal juga mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia, dalam kebijakan iptek dan inovasinya, lebih mengarah pada penelitian yang beragam. Sementara Vietnam sedikit lebih selektif dalam membina sumber daya manusia di bidang STEM (science, technology, engineering, and mathematics) yang memiliki aplikasi industri yang lebih kuat.
Kita bisa mengintepretasikan informasi tadi bahwa pemerintahan kebijakan iptek dan inovasi Indonesia telah memilih melebarkan spektrum bidang ilmu, sedangkan Vietnam lebih selektif membina sumber daya manusia ke bidang STEM yang punya orientasi lebih dekat ke aplikasi industri.
Klik gambar untuk memperbesar.
Namun, penting untuk dicatat bahwa data dari SciVal menunjukkan bahwa porsi kolaborasi antara dunia akademik dan industri di kedua negara masih sangat rendah (Indonesia 0,7%, Vietnam 1,6%). Meskipun demikian, kita harus mengingat bahwa jenis riset hulu yang SciVal catat lebih berfokus pada aspek akademik hingga bahkan di negara kuat seperti Amerika Serikat, total insiden kolaborasi dengan industri hanya sekitar 4,8%.
Informasi dari Bank Dunia akan lebih jelas menggambarkan bagaimana industri di Indonesia dan Vietnam menyerap ilmu pengetahuan baru. Data Bank Dunia ini mencerminkan bahwa Indonesia menghadapi hambatan lebih besar dalam mengalirkan pengetahuan baru ke industri sehingga gagal meningkatkan porsi ekspor teknologi tinggi.
Bila angka porsi tadi kita transformasikan menjadi nilai komoditas, maka kekalahan Indonesia semakin jelas terlihat. Sepanjang periode 2010 hingga 2021, nilai Dollar ekspor teknologi tinggi dari Indonesia rata-rata pertahun hanya meningkat 0,87%, sementara pertumbuhan Vietnam mencapai 23,09% (!).
Kita bisa membaca upaya kebijakan menambah arus masuk investasi di bidang teknologi ini turut menyumbang terciptanya iklim positif mendorong akademia Vietnam berkolaborasi dengan mitra asing.
Indonesia perlu belajar dari Vietnam untuk mempercepat kemajuan teknologinya. Salah satu keunggulan Vietnam adalah tingginya relevansi internasional dalam riset dan industri teknologi tinggi. Untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia perlu menurunkan hambatan investasi industri asing di sektor teknologi tinggi dan meningkatkan profil internasional sektor keilmiahannya.