Masyarakat umum, bahkan tokoh-tokoh elit dalam opini publiknya, seringkali memperlakukan perguruan tinggi dan lembaga riset sebagai entitas yang punya peran identik, yaitu menghasilkan pengetahuan baru [1]. Namun, bila kita mengamati secara seksama, sulit untuk membedakan dengan tegas perbedaan fungsi di antara keduanya.
Evolusi Peran Perguruan Tinggi
Pada tahap awal, titik mula pendirian perguruan tinggi tercatat dalam sejarah ketika di kota Bologna mulai tumbuh kebiasaan berorganisasi di kalangan masyarakat di abad ke-12. Pedagang dan pengrajin membentuk persatuan-perserikatan, sementara para pelajar membentuk universitas yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai "komunitas pembelajar" [3].
Para penguasa setempat pada masa itu melihat universitas sebagai elemen penting dalam menyusun tatanan hukum dan sistem perundangan, juga sebagai alat untuk menarik kekayaan dan meningkatkan prestise kota. Mereka lalu memberikan dosen dan mahasiswa perlindungan serta perlakuan istimewa dalam ranah hukum, dan Universitas Bologna pun selama beberapa ratus tahun menjadi panutan bagi lembaga-lembaga serupa di wilayah lain [3].
Para penguasa keagamaan atau wilayah kemudian mendirikan lembaga serupa, sebagian untuk mempelajari berbagai keterampilan tinggi (liberal arts), lainnya hanya hukum dan kedokteran. Pada umumnya, universitas-universitas tersebut mengakui tunduk pada kewenangan otoritas wilayah dan keagamaan setempat [3].
Ketika itu, studi hukum dianggap sebagai disiplin ilmu yang sangat menjanjikan. Bidang ini mempersiapkan mahasiswa untuk berkarir di pemerintahan, baik dalam ranah keagamaan (ecclesiastical) maupun sipil [3].
Perlengkapan intelektual yang humanisme berikan ternyata juga menyebabkan para akademisi menjadi lebih kritis terhadap bahan-bahan pembelajaran tradisional. Kebiasaan baru ini akhirnya mempengaruhi reformasi dalam struktur bidang studi, yang pada akhirnya menghasilkan bentrokan dengan otoritas, seperti yang tampak pada kasus Galileo Galilei yang memperkenalkan teori heliosentrik [3].
Ide-ide segar yang cendekiawan universitas bawakan sejatinya mengguncang fondasi pranata masyarakat karena menjelaskan bahwa hukum alam memiliki keabadian yang lebih kuat dari peraturan sosial di masyarakat. Cara pandang baru itu ikut mendorong lahirnya Deklarasi Kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Perancis tahun 1779 yang merupakan seruan untuk mengakhiri status istimewa kelompok-kelompok yang saat itu berkuasa [3].
Kalangan universitas yang sebelumnya submisif di bawah otoritas, akhirnya menyuarakan perubahan kekuasaan. Mereka pun berekspansi, membentuk organisasi semacam Royal Society di Inggris Raya dan Akademi Sains Prancis - institusi serupa kemudian berdiri di negara-negara lain, yang mempromosikan dan memanfaatkan talenta ilmiah dan seni [3].
Tidak hanya di situ, di abad ke-19, semakin banyak perguruan tinggi yang berdiri langsung dengan tujuan praktikal atau vokasi sehingga makin jauh meninggalkan kebiasaan berorientasi pada kekuasaan. Contoh perguruan tinggi tersebut adalah Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan California Institute of Technology (Caltech) [4].
Saat ini, semakin banyak negara maju dan berkembang menempatkan perguruan tinggi sebagai instrumen pembangunan dan perubahan ekonomi berbasis pengetahuan. Sejak tahun 1970-an, pemerintah berbagai negara telah berupaya meningkatkan laju transfer kemajuan penelitian akademis ke industri [5].
- Menyebarkan informasi iptek hingga mengefesienkan litbang industri;
- Menyediakan keahlian (dalam figur dosen) dan tenaga kerja;
- Memasok prototipe untuk produk dan proses baru;
- Menjadi konsultan dan mitra litbang bagi industri, termasuk bagi perusahaan yang bergerak di sektor berbasis ilmu pengetahuan;
- Mengembangkan kawasan komersialisasi teknologi (menghasilkan industri unggulan daerah);
- Memperkuat karakter sektor unggulan daerah.
Selain itu, mengambil inspirasi dari kebijakan negara maju (tepatnya Bayh—Dole Act), analis kebijakan bisa mengevaluasi sejauh mana tingkat perhatian perguruan tinggi lokal terhadap manajemen aset hak kekayaan intelektualnya. Namun, tanpa adanya kesadaran di industri, sulit untuk memproyeksikan perguruan tinggi dengaan karakter kebebasannya yang tinggi dapat aktif melakukan transfer teknologi ke industri.
Dengan kata lain, bila suatu negara berkembang ingin meniru keberhasillan MIT atau Caltech, misalnya, mereka perlu mengingat bahwa institusi-institusi tersebut berdiri di wilayah yang sudah memiliki industri lebih matang dan beragam sehingga punya permintaan lebih tinggi terhadap modal iptek.
Lembaga Riset
Tidak seperti perguruan tinggi yang memancarkan citra kosmopolitan dan egaliter, lembaga riset memiliki peran yang bersifat khusus, berdasarkan arahan pemerintah. Ada yang mendapat tugas di bidang ilmu dasar, lainnya ada yang fokus ke tataran terapan mengikuti permintaan pasar, sehingga aktivitas riset di lembaga riset lebih terfokus daripada di perguruan tinggi [7][8].
- Keterbukaan dan responsif: Lembaga riset diharapkan meningkatkan keterbukaan dan respons terhadap kebutuhan pasar;
- Bersaing dalam pendanaan: Lembaga riset semakin mengandalkan pada berbagai pendanaan riset yang kompetitif;
- Tantangan sumber daya manusia: Mengalami tantangan lebih besar dalam mempertahankan dan mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM);
- Jaringan pribadi: Jaringan pribadi SDM ke komunitas industri dan internasional merupakan modal bagi lembaga;
- Relevansi lembaga: Pengarahan dan tata kelola yang efektif sangat penting untuk memastikan relevansi lembaga;
- Motivasi pemerintah: Pemerintah perlu mendorong lembaga lebih sukses dalam evaluasinya melalui peningkatan otonomi, kolaborasi, dan daya tanggap terhadap pemangku kepentingan [8].
Para analis juga bisa memetik pelajaran tentang bagaimana intervensi pemerintah mengatasi hambatan inovasi di sektor industri dengan memeriksa operasi lembaga riset di negara maju. Peran lembaga riset sangat relevan dalam mengejar ketertinggalan, dan hal ini dapat mencakup antara lain [8]:
- Menolong industri lokal memahami teknologi canggih dari luar negeri sehingga meningkatkan kelajuan pembangunan ekonomi;
- Menyiapkan berbagai pengetahuan atas teknologi baru yang masih berkembang di dunia sebagai bagian strategi mempercepat adaptasi oleh industri lokal;
- Menciptakan platform jaringan antar industri hingga bisa menciptakan rantai industri lebih utuh atas suatu jenis teknologi yang mash berkembang;
- Membantu industri menterjemahkan berbagai invensi baru kedalam tataran komersial hingga meningkatkan daya kompetisi ekspor mereka;
- Menghimpun dukungan pemerintah (termasuk dalam format yang tersedia dalam berbagai program pemerintah) dan perguruan tinggi agar bisa menjawab tuntutan spesifik industri;
- Memantau perkembangan teknologi di negara-negara termaju di dunia.
Semoga sekarang pembaca sudah dapat menangkap perbedaan antara perguruan tinggi dan lembaga riset, sehingga memahami mengapa pemerintahan di dunia mendirikan keduanya meskipun dalam aktivitas serupa.
Catatan:
[1] Lihat misalnya Kesowo (2021) dan Wiratman (2022)
Kesowo, B. (2021, Juni 04). BRIN, Sebuah Sisi Pandang. Kompas. https://www.kompas.id/baca/opini/2021/06/04/brin-sebuah-sisi-pandang/
Wiratraman, H. P. (2022, Januari 19). Independensi Lembaga Riset . Kompas. https://www.kompas.id/baca/opini/2022/01/18/independensi-lembaga-riset
[2] Cukup banyak diskusi ilmiah yang bisa menjabarkan alasan mengapa moralitas pemerintahan akan cenderung tidak bisa menerima adanya duplikasi penugasan lembaga yang aktivitasnya serupa. Lihat misalnya dalam Landau (1969). Landau, M. (1969). Redundancy, Rationality, and the Problem of Duplication and Overlap. Public Administration Review, 29(4). https://doi.org/https://doi.org/10.2307/973247
[3] Ada cukup banyak referensi mengenai sejarah perguruan tinggi (universitas), misalnya Moore (2018). Moore, J. C. (2018). A Brief History of Universities. Palgrave Pivot Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-01319-6
[4] Lihat sumber-sumber di situs MIT dan Caltech:
Caltech Gets Its Start in Old Town Pasadena. Caltech. (n.d.). https://www.caltech.edu/map/landmark_ajax/563/history/details
MIT Facts: MIT History. MIT Facts | MIT History. (n.d.). https://libraries.mit.edu/mithistory/mit-facts/
[5] Lihat Mowery dan Sampat (2006). Mowery, David C., and Bhaven N. Sampat, ' Universities in National Innovation Systems', in Jan Fagerberg, and David C. Mowery (eds), The Oxford Handbook of Innovation (2006), https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199286805.003.0008.
[6] Lihat Suzuki dkk (2015). Suzuki, J., Tsukada, N., & Goto, A. (2015). Role of Public Research Institutes in Japan’s National Innovation System: Case Study of AIST, RIKEN and JAXA. Science, Technology and Society, 20(2). https://doi.org/https://doi.org/10.1177/09717218155797
[7] Lihat Edquist (2006). Edquist, Charles, ' Systems of Innovation: Perspectives and Challenges', in Jan Fagerberg, and David C. Mowery (eds), The Oxford Handbook of Innovation (2006), https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199286805.003.0007.
[8] Lihat Intarakumnerd dan Goto (2018). Intarakumnerd, P., & Goto, A. (2018). Role of public research institutes in national innovation systems in industrialized countries: The cases of Fraunhofer, NIST, CSIRO, AIST, and ITRI. Research Policy, 47(7), 1309–1320. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.respol.2018.04.011