Tampilkan postingan dengan label Dasar Analisis Kebijakan Iptek dan Inovasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dasar Analisis Kebijakan Iptek dan Inovasi. Tampilkan semua postingan

27 Oktober 2023

Penyuluhan Iptek dan Inovasi: Solusi Atasi Kemiskinan


Konsep kunci. Memotivasi UKM berinvestasi teknologi  dapat memberikan kontribusi bagi upaya menurunkan angka kemiskinan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu model institusi promosi investasi teknologi di UKM yang dapat diadaptasi adalah kohsetsushi. Berakar pada fungsi penyuluhan, lembaga di Jepang yang  memberikan dukungan teknis, pelatihan, dan kolaborasi kepada UKM. Dengan dukungan layanan terdefinisi jelas, pemerintah dapat secara berkesinambungan memotivasi UK'M mengikuti perkembangan iptek.


Kebijakan iptek dan inovasi terbukti bisa jadi harapan sumber solusi bagi berbagai masalah kolosal, seperti pemanasan global, kemerosotan kualitas lingkungan hidup, dan kemunculan pandemi. Namun, apakah kebijakan iptek dan inovasi juga dapat berperan dalam memerangi kemiskinan di negeri sendiri?

Kemiskinan sendiri memiliki banyak dimensi penyebabnya, salah satunya adalah pangkal besarnya adalah faktor rendahnya investasi. Faktor kunci investasi berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah, buruknya kualitas layanan kesehatan publik, infrastruktur yang tidak memadai, lemahnya sistem hukum, korupsi, dan warisan budaya pemerintahan kolonial yang justru merendahkan martabat masyarakat setempat [1].

Pemerintah negara berkembang dapat berperan dalam mendorong investasi teknologi melalui penyuluhan iptek dan inovasi. Jepang memiliki salah satu model institusi yang menolong usaha kecil menengah (UKM) meningkatkan investasi teknologinya.

Lembaga tersebut dikenal dengan sebutan kohsetsushi. Pendekatan kohsetsushi yang awalnya adalah aktor penyuluh teknologi sudah lama masyarakat Indonesia kenal di sektor pertanian sehingga layak jadi bahan pelajaran kita.

Kurangi Risiko

Para pelaku usaha di negara berkembang, menghadapi hambatan lebih besar dalam berinvestasi teknologi. Kendala-kendala seperti keterbatasan permodalan, ketidakpastian usaha, jaringan kerja yang masih kecil, serta kurangnya pemahaman tentang regulasi dalam domain penelitian dan pengembangan (litbang) seringkali menjadikan mereka lebih enggan berinvestasi dalam teknologi.

Pada akhir abad ke-19, saat Jepang baru mulai membangun, pemerintah  mendirikan kohsetsushi sebagai layanan transfer teknologi di daerah. Dengan bidang layanan pertama-tama di sektor pertanian dan kemudian meluas ke sektor manufaktur, saat ini ada 67 kohsetsushi di kawasan-kawasan industri di seluruh daerah Jepang [2].

Kohsetsushi membantu industri lokal meningkatkan keterampilan teknis inti mereka melalui konsultasi teknis, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, kohsetsushi mendorong kolaborasi dan jaringan yang industri perlukan untuk membangun kapabilitas teknologi dalam jangka panjang, serta menyerap berbagai pengetahuan baru dari berbagai sumber [2].

Tanpa layanan kohsetsushi, UKM yang punya sumber daya lebih terbatas akan lebih sulit berinovasi mengikuti lajunya perkembangan iptek. Kohsetsushi aktif berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan aktor litbang lain untuk melayani UKM dalam penelitian, mematenkan pengetahuan baru, dan lisensi paten [2].


(Atas) Gedung Tokyo Metropolitan Industrial Technology Research Institute (TIRI), unit kohsetsushi yang berada di daerah Tokyo.berada di daerah Tokyo.
Sumber: Hanaguri (2017, Creative Commons)
(Tengah) Peralatan dukungan litbang UKM untuk bidang pangan. Berbagai peralatan ini tentu terlalu mahal untuk UKM beli. 
(Bawah) Berbagai produk pangan hasil litbang TIRI yang menggunakan bahan baku asli dari wilayah Tokyo 
Sumber: Cuplikan layar (screenshot) halaman TIRI News (2023)



Proses kerja kohsetsushi yang gamblang dapat membantu pemerintah menerjemahkan konsep kebijakan iptek dan inovasi ke dalam tata kelola dan praktik penyelenggaraan yang berakar rumput dalam. Dari kohsetsushi, pemerintah bisa menghimpun bukti bagaimana mereka mendifusikan pengetahuan ke perekonomian daerah, termasuk  di bidang pertambangan [3].

Sebagai bahan evaluasi manajemennya, kohsetsushi menghimpun informasi faktor masukan (input) berupa tenaga ahli dan staf pendukung. Sebaliknya, faktor  keluaran (output) antara lain berupa jumlah kasus panduan dan pendukungan langsung di industri, unit analisis dan pengujian yang industri pergunakan, penyelenggaraan pelatihan, sampai ke kerjasama riset, serta jumlah satuan informasi yang industri manfaatkan [3].

Kohsetsushi juga dituntut mampu membangun kepercayaan dalam iptek dan inovasi di daerah yang merupakan faktor penting untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Ini karena kohsetsushi menarik badan publik dan organisasi koperasi  setempat untuk memberikan pinjaman, jaminan kredit, dan program penyewaan peralatan untuk mendorong modernisasi usaha kecil dan menengah.

Menjaga Visi

Bagi para analis dan pengambil keputusan, tidak ada salahnya mengambil model kebijakan dari negara lain. Sebetulnya, kohsetsushi sendiri merupakan lembaga ikutan dari model penyuluhan teknologi Amerika Serikat (AS) yang telah menolong para petani mengadopsi teknik baru dan meningkatkan produktivitas sektor pertanian [4].

Dengan memiliki lembaga terpercaya sebagai pendukung wawasan perkembangan iptek, UKM di Jepang dapat lebih percaya diri menggunakan teknologi terbaru. Di suatu masa, bahkan taraf probabilitas UKM Jepang menggunakan peralatan komputasi adalah 150% lebih tinggi dibanding kelompok yang sama di AS [4].

Sama seperti di Indonesia, di Jepang, usaha kecil dan menengah menempati posisi penting . Di Jepang, 99,7% dari seluruh bisnis adalah usaha kecil dan menengah yang mempekerjakan 32 juta karyawan  (OECD, 2022). Sementara itu, di Indonesia, jumlah usaha menengah, kecil, dan mikro adalah 99,99% dari total pelaku usaha nasional yang dapat menyerap 117 juta pekerja, atau 97% daya serap tenaga kerja di dunia usaha (Nainggolan, 2020).

Para analis dan pengambil keputusan perlu menyadari, bahkan di negara maju sekalipun, ada sektor-sektor industri yang secara alamiah perlu dukungan eksternal untuk bisa berinovasi [5]. Artinya, tanpa intervensi pemerintah, beberapa sektor industri akan selamanya tertinggal dalam hal meningkatkan produktivitas dan daya saingnya [5].

UKM di bidang-bidang manufaktur tradisional, pertanian, konstruksi perumahan, bisa kita proyeksikan sebagai contoh sektor-sektor usaha yang selamanya butuh dukungan eksternal abadi agar sanggup menyerap informasi perkembangan iptek [5]. Masalahnya, hasil inovasi sektor-sektor ini bukan saja penting bagi konsumen biasa, tapi juga untuk industri-industri bidang lain yang mempergunakan hasil kerja mereka [5].

Bisa kita katakan, kemajuan UKM tradisional pun akan menentukan prestasi sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan karena mereka sesungguhnya bagian integral dari ekosistem inovasi di suatu daerah. Keunggulan UKM yang terbentuk dari berkembangnya wawasan teknologi hasil panduan pemerintah akan memberikan dampak selaras pada membaiknya tingkat kemakmuran masyarakat pada umumnya. 

Agar bisa menyebarluaskan informasi secara efektif, pemerintah perlu terjun langsung ke suatu wilayah. Ini karena industri di suatu daerah akan memiliki sisi halus (tacit) berupa kebiasaan teknis maupun latar budaya yang tidak hanya unik dan kompleks, namun juga mempengaruhi cara mereka mempercayai satu hal baru.

Akhirnya, perlu kita sadari bahwa kebijakan promosi teknologi ini bisa terdistorsi secara langsung atau laten oleh berbagai agenda politis yang dapat menggeser tujuan asli membantu UKM. Untuk itu, perancangan kebijakan ini perlu mengambil parameter-parameter evaluasi berorientasi layanan industri. Sebagai contoh:
  • Membantu UKM menghasilkan produk baru dan/atau masuk ke bisnis baru
Pertanyaan evaluasi: Berapa jumlah seminar dan layanan konsultasi pembuatan produk baru yang telah terselenggara dalam satu tahun? Faktor teknologis apa saja yang kerap menjadi sumber kegagalan UKM di suatu kawasan membidani kelahiran produk baru? Adakah mesin yang sekelompok UKM di satu sektor butuhkan namun terlalu mahal bagi mereka beli?
  • Mempromosikan kerja sama teknis dengan memanfaatkan fasilitas pengujian dan penelitian serta pemanfaatan pengetahuan
Pertanyaan evaluasi: Berapa jumlah pengujian bahan untuk kepentingan UKM yang sudah dilaksanakan? Moda komunikasi apa saja yang bisa dipergunakan dalam berkomunikasi dengan UKM? Adakah cara meningkatkan efesiensi dalam berinteraksi dengan UKM? 

  • Mendorong UKM memanfaatkan hasil litbang

Pertanyaan evaluasi: Topik apa saja yang menjadi minat bersama sekelompok UKM? Sejalan dengan minat-minat tersebut, adakah penelitian di berbagai perguruan tinggi yang bisa dikembangkan ke tingkat terapan di UKM? Adakah sumber-sumber pendanaan riset terapan yang bisai dimanfaatkan?

  • Diseminasi hasil penelitian dan promosi transfer teknologi 

Pertanyaan evaluasi: Dalam satu tahun, berapa banyak perguruan tinggi yang sudah mengundang UKM memanfaatkan hasil risetnya? Adakah topik-topik pelatihan yang perlu UKM terima agar siap menjalani transfer teknologi dalam kasus tertentu? Apakah UKM perlu mendapat dorongan agar bisa mempromosikan produk baru yang sudah mereka kembangkan?
 
Daftar pertanyaan di atas penulis kumpulkan dari bahan evaluasi tahunan TIRI (TIRI, 2010), badan penyuluhan iptek dan inovasi di dearah Tokyo yang kini sudah berjalan lebih dari 100 tahun.

Demikianlah para analis dan pengambil keputusan perlu memelihara visi hingga pembangunan dapat berjalan hingga ratusan tahun kedepan dan tidak terhenti oleh kepentingan sekejap mata.

Sekiranya Indonesia ingin belajar lebih detil tentang kohsetsushi, tentu pemerintah kita dan perwakilannya di Tokyo bisa langsung ke pemerintah Jepang. Sebagai negara sahabat, tentu itu bukan perkara sulit.


Catatan:

[1] Lihat Mankiw (2021). Mankiw, N. G. (2021). Brief Principles of Macroeconomics: a Guided Tour. Cengage Learning, Inc.

[2] Lihat Fukugawa (2022). Fukugawa, N. (2022). Effects of incorporating public innovation intermediaries on technology transfer performance: evidence from patent licensing of Japan’s Kohsetsushi. Heliyon, 8(10). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2022.e11139

[3] Lihat Shapira (1990, p. 44). Shapira, P. (1990). Modernizing Manufacturing: New Policies to Build Industrial Extension Services. Economic Policy Institute.

[4] Lihat Shapira (1992). Shapira, P. (1992). Lessons from Japan: Helping Small Manufacturers. Issues in Science and Technology, 8(3).

[5] Lihat Pavitt (1984). Pavitt, K. (1984). "Sectoral patterns of technical change: towards a taxonomy and a theory". Research Policy. 13 (6): 343–373. doi:10.1016/0048-7333(84)90018-0


Mimpi Caleg

Mimpi para caleg tercermin jelas di jalanan, di mana poster-poster mereka berderet bergantungan. Banyak wajah baru politisi menyibak, entah ...