Media kerap mencatat tantangan besar yang masih menghantui Indonesia adalah rendahnya anggaran riset nasional. Solusi yang mungkin layak pemerintahan iptek dan inovasi pertimbangkan di tanah air adalah menarik dana penelitian dari sumber-sumber asing.
Data dari SciVal, sebuah perangkat daring yang menggunakan data Scopus melacak kinerja penelitian ribuan lembaga riset di seluruh dunia, mengungkapkan bahwa lembaga pelaku litbang di Indonesia bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya sesungguhnya sudah seringkali mengandalkan dana hibah riset dari luar negeri atau kawasan regional Asia Tenggara.
Menurut SciVal, selama periode 2013 hingga 2022, Singapura berada di puncak daftar ASEAN dengan penerimaan dana internasional sekitar Rp 6,3 triliun [1]. Sementara itu, total penerimaan yang diterima oleh lembaga-lembaga riset di Indonesia di rentang waktu sama masih hanya sekitar Rp 2,5 triliun.
Klik grafik untuk memperbesar.
Klik grafik untuk memperbesar.
Dana riset asing ini mengalir ke berbagai lembaga di Indonesia, dengan dominasi peruntukan adalah bagi penelitian di bidang ilmu sosial. Sayangnya, intensitas keberhasilan cabang ilmu fisika dan astronomi menarik dana hibah riset asing masih rendah.
Klik grafik untuk memperbesar.
Fenomena di Indonesia ini cukup berbeda dengan Singapura, di mana rekayasa teknologi menjadi fokus utama. Keberhasilan bidang rekayasa teknologi di Singapura akan menggambarkan lebih banyaknya upaya kelompok rekayasa teknologi di National University of Singapore (NUS) yang merupakan pengumpul unit hibah terbanyak di perguruan tinggi tersebut (tidak digambarkan di sini).
Keberhasilan Singapura dalam menarik dana riset internasional bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang jauh lebih besar, Indonesia memiliki potensi talenta manusia juga jauh lebih signifikan untuk menjadi penarik dana riset global terbesar di ASEAN atau bahkan di Asia.
Pemerintahan iptek dan inovasi Indonesia perlu membuka pintu diplomasi lebih besar dalam berbagai kesempatan bilataeral dan multilateral dengan para donor agar dana riset asing bisa mengalir lebih banyak ke Indonesia.
Masih dari SciVal, contoh lembaga asing yang sudah memberikan dana riset ke institusi di ASEAN atau Indonesia khususnya antara lain Australian Research Council, National Science Foundation (NSF) Amerika Serikat, National Natural Science Foundation of China, Wellcome Trust Inggris, dan lain sebagainya. Perlu disebut, Uni Eropa juga memiliki program pendanaan yang telah berkontribusi bagi riset ASEAN dan Indonesia.
Di lain pihak, berbagai lembaga di Indonesia yang termasuk penerima terbanyak dana riset asing adalah Universitas Indonesia (17 penghargaan hibah), ITB (11), Lembaga Eijkman (8), UGM (8), Universitas Katolik Atma Jaya (4), CIFOR (4), IPB (3), ITS (3), Universitas Bina Nusantara (1), dan Universitas Brawijaya (1), serta beberapa perguruan tinggi lain yang juga pernah setidaknya sekali menerima dana asing di periode 2013 hingga 2022.