26 Januari 2024

Mimpi Caleg




Mimpi para caleg tercermin jelas di jalanan, di mana poster-poster mereka berderet bergantungan. Banyak wajah baru politisi menyibak, entah bagaimana mereka mengukur peluang menghadapi pertarungan politis yang tentu melibatkan biaya banyak.

Pemandangan serupa sesunguhnya melingkupi ranah ilmiah di Indonesia. Data Scopus/SciVal (lihat Tabel I) mendedahkan bahwa selama kurun 10 tahun terakhir (2013-2022), Indonesia mencatat kenaikan jumlah kontributor penulis ilmiah tertinggi di antara anggota G20, mencapai angka fantastis sekitar 31,52%.

Jika pemerintah cakap mempertahankan akselerasi pertumbuhan yang tinggi ini, pada tahun 2030 2031 (revisi 28 Januari 2024), jumlah sumber daya manusia (SDM) baru iptek di Indonesia akan melampaui angka satu juta. Berbarengan dengan India, Indonesia akan masuk dalam liga teratas dalam pemilik SDM berkemampuan jadi produsen iptek bersama Amerika Serikat, Cina, dan Uni Eropa.

Bukan hanya sebagai akademisi atau peneliti, dengan kapabilitas menyerap dan menghasilkan pengetahuan baru, SDM iptek itu berpotensi merintis spesialisasi baru berbagai bidang industri hingga mendiverifikasikan perekonomian Indonesia. Dengan jumlah SDM mumpuni jauh lebih besar, bangsa Indonesia pun perlu bermimpi lebih besar. 

Politik Inovasi 

Kita perlu ingat, gerakan inovasi di antara negara-negara paling berpengaruh dalam inovasi teknologi di zaman iptek ini terutama karena dukungan politik, bukan semata hasil analisis profitabilitas bisnis yang cermat. Sebuah contoh bagus adalah Silicon Valley, salah satu kawasan pusat industri teknologi tinggi dunia, yang tumbuh natural melalui sokongan pendanaan riset tingkat nasional dan dukungan kewirausahaan dari pemerintah setempat. 

Secara konseptual, dorongan politik akan menolong lahirnya kebijakan mengintegrasikan aktor-aktor spesialis pada konteks sosioekonomi yang lebih luas sehingga segala upaya inovasi bisa memiliki skala, arah, dan kesuksesan memadai (Edquist, 2009). Konsistensi tradisi politik pro iptek juga akan membantu akseptasi kolektif terhadap kehadiran teknologi baru dengan segala dampaknya yang kenyataanya tak selalu positif (misalnya, mengakibatkan hilangnya satu jenis usaha).

Apapun skop pembicaraannya – daerah, nasional, sektoral maupun multinasional – setiap politisi sepatutnya punya sumbangan dalam memagnifikasi visi inovasi Indonesia. Ini karena ilmu pengetahuan selalu terhubung dengan hak kekayaan intelektual yang merupakan aset tak terwujud hingga distribusi efek positif ilmu pengetahuan bagi pembangunan akan sangat membutuhkan dorongan politis yang juga berkarakter imajiner namun terasa konkret keberadaannya di masyarakat.

Pentingnya pengaruh kekuatan politik ini bisa terlihat misalnya dari bagaimana tingginya reputasi inovasi teknologi Singapura yang tidak menyebar ke negara-negara tetangga biarpun secara alamiah, posisi geografis mereka sangat dekat. Tanpa meningkatkan motivasi politisnya sendiri, negara-negara tetangga Singapura termasuk Indonesia tak bakal bisa menikmati perbaikan reputasi inovasi di mata dunia.

Pembeda prestasi inovasi bangsa-bangsa bukanlah dari faktor tanpa sadar, melainkan dari komitmen politiknya. Oleh sebab itu, di sisa tulisan ini, penulis memberikan beberapa ide yang para politisi bisa wujudkan kelak agar mereka bisa turut mendefinisikan tujuan politis negara terhadap iptek. 

Kontribusi Politikus

Dalam langkah-langkah mendukung eksistensi iptek di Indonesia, terdapat aspek mendasar yang seharusnya menjadi fokus para politikus, yaitu membangun pusat diseminasi iptek di daerah yang memberikan jaminan akses bagi konstituennya untuk menyuarakan kebutuhan inovasinya. Lembaga kedaerahan semacam ini menjadi penentu utama dalam membantu aktor industri lokal membentuk relasi strategis dengan industri lain, perguruan tinggi, dan lembaga riset di seluruh Indonesia, sehingga dapat mengurangi risiko kegagalan inovasi.

Tengoklah pengalaman Jepang, dimana jaringan lembaga diseminasi iptek telah merajai kota dan daerah rural selama lebih dari satu abad (Fukugawa, 2022). Para pemangku kepentingan dapat dengan mudah menelaah dan mengadopsi desain institusi kuat semacam itu dari Jepang, negara sahabat kita, sehingga dorongan politikus mendirikan pusat diseminasi iptek yang terpercaya dapat lebih cepat terealisasikan dan area unggulan kompetitif daerah pun segera terjelma.

Ide lain yang para politisi dapat ekskusi dengan biaya relatif rendah adalah mendorong perguruan tinggi lebih proaktif dalam menyebarkan hasil penelitian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat di wilayah pemilihannya atau seiras dengan fokus partai politik masing-masing. Upaya ini tidak hanya bernilai praktis, tetapi juga dapat memupuk tumbuhnya norma di kalangan peneliti, khususnya dalam menggunakan dana publik, agar memprioritaskan agenda transfer pengetahuan untuk memaksimalkan dampak sosioekonomi dari riset yang mereka jalankan.

Di skala nasional, politisi dapat memobilisasi proyek-proyek unggulan nasional yang berbobot strategis, yang mampu menggerakkan seluruh sektor perekonomian secara serentak. Walaupun demikian, intervensi politik harus selaras dengan prinsip menghormati persaingan usaha, guna memperkuat daya saing industri Indonesia di panggung global.

Di tataran multinasional, para politisi dapat turut mempromosikan penelitian dalam ilmu dasar yang berperan dalam produksi pengetahuan generik untuk menjadi fondasi bagi berbagai aplikasi di sektor-sektor publik. Menyimak pendanaan riset Angkatan Darat AS yang baru-baru ini berkontribusi pada pemenang Nobel, dukungan politik terhadap bidang dasar dapat memperkuat prestise internasional pemerintahan iptek di Indonesia.

Seperti tercermin dari penghargaan Nobel, tiap detil dinamika keunggulan keilmiahan cenderung terpantau komunitas sains antarnegara sehingga penting untuk disadari bahwa evaluasi dampak kebijakan iptek dan inovasi mustahil bisa politikus manipulasi. Setidaknya data-data saintometrik (analisis pengukuran literatur ilmiah dan paten), seperti yang tulisan ini berikan di atas, hampir tidak mungkin dipalsukan karena termanifestasi oleh komunitas iptek di seluruh dunia.

Kuatnya nuansa supranasional dari komunitas iptek yang keanggotaannya tak berbatas demarkasi politis memberikan peringatan bagi para politikus untuk jangan pernah membohongi publik soal inovasi iptek karena pasti cepat ketahuan. Demikianlah kita membutuhkan politikus yang bergagasan tulen, bukan bermimpi semusim hanya saat pemilu berlangsung, untuk konsisten membantu kemajuan iptek dan inovasi di Indonesia.


Amir Manurung, Doktor Kebijakan Publik (Iptek dan Inovasi) dari National Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo, Jepang.






Klik gambar untuk memperbesar.

Koreksi
(Minggu, 28 Januari 2024) Terdapat revisi pada tabel karena kesalahan perhitungan. Sebelumnya, Indonesia terlihat menembus angka 1 juta pada 203. Setelah revisi, tahun berubah menjadi 2031. Tabel lama ada di sini. Perbaikan tidak mengubah saran kebijakan.

12 Januari 2024

Jaringan Peneliti Indonesia di 214 Negara/Kawasan

Para peneliti di Indonesia memiliki jaringan global sangat luas. Pada 2018 hingga 2023, data Scopus/SciVal mengungkapkan jaringan tersebut menyebar di 214 negara/kawasan dunia. 

Pada periode tersebut, sepuluh negara/kawasan yang memiliki kemitraan terbanyak dengan para peneliti di Indonesia adalah Malaysia (20460 orang), Jepang (13025), Australia (8658), Amerika Serikat (8619), Britania Raya (7691), Taiwan (5409), Thailand (4706), Belanda (4617), Jerman (4141), dan India (4071). 

Kerjasama lintas batas ini tidak hanya mencerminkan keterbukaan para peneliti Indonesia terhadap kolaborasi untuk meningkatkan reputasi global, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan ilmiah di berbagai bidang.



Klik gambar untuk memperbesar.




Klik gambar untuk memperbesar.




Klik gambar untuk memperbesar.




Klik gambar untuk memperbesar.




Klik gambar untuk memperbesar.



10 Januari 2024

UI Paling Produktif, Namun Pengaruhnya Rendah

Di suasana awal tahun 2024 ini, mari kita melihat refleksi pencapaian keilmiahan Indonesia menggunakan data Scopus/SciVal. Data tersebut menunjukkan bahwa Universitas Indonesia (UI) adalah lembaga yang paling produktif di Indonesia. Posisi UI yang unik ini sendiri memberikannya justifikasi untuk menjadi teladan bagi lembaga lain di Indonesia dalam melakukan penelitian.


Klik gambar untuk memperbesar.


Namun, besarnya publikasi ilmiah UI tidak berarti selaras dengan kualitasnya. Sayang sekali, nilai pengaruh (Field-Weighted Citation Impact) dari publikasi ilmiah UI termasuk paling rendah di antara perguruan tinggi top Asia Tenggara.


Klik gambar untuk memperbesar.

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari data Scopus/SciVal ini. Pertama, biarpun terus mengupayakan mempertahankan taraf produktivitasnya, namun secara umum lembaga-lembaga pelaku penelitian di Indonesia masih tertinggal dalam hal pengaruh keilmuan di dunia. Kedua, UI yang merupakan lembaga paling produktif di Indonesia pun belum mampu menghasilkan publikasi ilmiah yang berkualitas tinggi.

Dari kasus UI, kita bisa melihat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pengaruh keilmuan Indonesia di dunia. Salah satunya adalah kurangnya kolaborasi internasional. Meskipun publikasi ilmiah UI yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah hasil kerjasama dengan lembaga luar negeri, namun, porsi kolaborasi internasional UI hanya sekitar 20% dari seluruh publikasi ilmiahnya.


Klik gambar untuk memperbesar.

Faktor lain yang juga berkontribusi terhadap rendahnya pengaruh keilmuan Indonesia adalah terlalu banyaknya pola kolaborasi internal. Publikasi ilmiah yang dihasilkan dari kolaborasi internal UI mencakup lebih dari separuh porsi kolaborasi penulisan. Namun, publikasi ilmiah dari kolaborasi internal ini ternyata tidak menghasilkan kualitas pengaruh memadai (lihat grafik di atas).

Untuk meningkatkan pengaruh keilmuan Indonesia di dunia, perlu ada optimalisasi pola kolaborasi dengan cara penekanan kerjasama internasional dan pengurangan kerja sama internal lembaga. Kolaborasi internasional akan lebih meningkatkan nilai guna dana penelitian.

Amir Manurung, Ph.D.
Doktor Kebijakan Publik (Iptek dan Inovasi) dari National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo, Jepang

Koreksi
(Kamis, 11 Januari 2024) Terdapat revisi pada grafik karena kesalahan minor. Berkas lama dapat pembaca akses di sini dan sini. Perbaikan tidak mengubah saran kebijakan.

Mimpi Caleg

Mimpi para caleg tercermin jelas di jalanan, di mana poster-poster mereka berderet bergantungan. Banyak wajah baru politisi menyibak, entah ...